Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dikisahkan sepasang suami istri yang bekerja
meninggalkan anaknya yang berusia tiga tahun bernama Ita, bersama sang pembantu
di rumah. Namanya juga anak-anak yang suka mengeksplorasi diri, Ita pun demikian.
Sambil bermain dia mencoret-coret tanah di halaman dengan lidi, sementara
pembantu sedang menjemur pakaian dekat garasi. Puas mencoret-coret tanah, ia
menemukan sebuah paku berkarat dan mulai mencoba untuk menggores-gores mobil
ayahnya yang berwarna hitam. Karena masih baru, mobil tersebut jarang
dipergunakan oleh ayahnya kekantor. Maka, penuhlah mobil tersebut dengan
coretan gambar Ita.
Begitu ayahnya pulang, dengan bangga Ita
member tahu tentang gambar-gambar yang sudah dibuat di mobil baru ayahnya
tersebut. Bukan pujian yang diterimanya, melainkan kemarahan sangat besar.
Pertama kali yang kena damprat adalah sang pembantu yang dinilai tidak
mengawasi Ita dirumah. Baru giliran anaknya yang dihukum. Demi mendisiplinkan
anak, maka si ayah mulai mengajarkan anaknya, tidak hanya dengan kata-kata,
tetapi dengan pukulan. Dipukulilah kedua telapak tangan dan punggung anaknya
dengan apa saja yang ditemukan disitu. Mulai dengan mistar, ranting, sampai
lidi disertai luapan emosi yang tidak terkendali.
“Ampun,
Bah! Sakit…sakit, ampun!” jerit Ita sambil menahan
rasa sakitditangannya yang sudah mulai berdarah-darah. Si ibu yang hanya diam
saja, seolah-olah merestui tindakan disiplin yang ditegakkan oleh suaminya.
Puas menhajar anaknya, si ayah menyuruh
pembantunya untuk membawa Ita ke kamarnya. Dengan hati yang teriris, sang
pembantu membawa Ita kekamarnya. Sore hari ketika dimandikan, ita
menjerit-jerit menahan sakit. Esoknya tangan Ita membengkak, sementara ayah
ibunya tetap bekerja seperti biasa. Ketika dilaporkan oleh pembantunya, ibu Ita
hanya mengatakan, “Oleskan obat saja”.
Hari brganti hari, hingga suhu badan Ita
mulai panas karena luka tangannya sudah terinfeksi. Kembali dilaporkan, orang
tuanya pun hanya mengatakan supaya diberi obat penurun panas. Hingga suatu
malam, panasnya semakin tinggi, bahkan Ita muli mengigau. Buru-buru mereka
membawa Ita ke rumah sakit pada malam itu juga.
Hasil diagnose dokter menyimpulkan bahwa
demam itu berasal dari tangannya yang sudah infeksi dan busuk akibat
luka-lukanya. Setelah seminggu diopname disana, dokter memanggil ayah dan
ibunya mengatakan, “Tidak ada pilihan
lain…”
Dokter mengusulkan agar kedua tangan anaknya
diamputasi karena infeksi yang terjadi sudah terlalu parah. “Ini sudah bernanah dan membusuk, untuk
menyelamatkan nyawa Ita, tangannya harus diamputasi!”.
Mendengar berita ini, orang tua Ita bagai
disambar petir. Dengan air mata berurai dan tangan yang bergetar, mereka
menandatangani surat persetujuan amputasi anak yang paling dikasihinya.
Setelah sadar dari pembiusan operasinya, Ita
terbangun sambil menahan rasa sakitdan bingung ,melihat tangannya yang dibalut
kain putih. Lebih kaget lai, dia melihat kedua orang tuanya dan pembantunya
menangis di sampingnya. Sambil menahan rasa sakit, Ita berkata kepada orang tuanya,
“Abah…Mama, Ita tidak akan melakukannya
lagi… Ita sayang Abah, sayang Mama, juga sayang Bibi. Ita minta ampun sudah
mencoret-coret mobil Abah!” Si ibu dan ayah semakin menangis mendengar
kata-kata Ita tersebut.
“Bah,
sekarang tolong kembalikan tangan Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan
melakukannya lagi. Bagaimana kalau nanti Ita mau main dengan teman-teman karena
tangan Ita sudah diambil. Abah…Mama, tolong kembaliin, pinjam sebentar saja.
Ita mau menyalamin Abah, Mama dan Bibi untuk minta maaf!”.
Menyesal bagi kedua orang tua Ita sudah tiada
guna, nasi sudah menjadi bubur.
Semoga kisah diatas dapat kita jadikan untuk
bahan renungan agar kita tidak menirunya dan menghindari kekerasan. Kekerasan
bukan jalan terbaik untuk mendisiplinkan seorang anak, namun, bisa dilakukan
dengan cara pemberian motivasi dan keteladanan yang maksimal.
terimakasih,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Sumber: Half full Half empety
Tidak ada komentar:
Posting Komentar