Keterjagaan pertama menjelang subuh adalah tawaran cinta. Akan tetapi, bila
kita segera bangkit lalu membasuh wajah dengan wudhu, itulah namanya
cinta yang bersambut. Karena subuh adalah waktu tentang pembuktian
cinta. Saat-saat kenikmatan melanjutkan tidur berada pada titik
puncaknya.
Hingga tak semua orang mau menyambut tawaran cinta itu. Hanya
sebagian saja. Mereka adalah orang-orang kuat, bukan kuat secara fisik.
Tapi jiwanya, karena telah berhasil menaklukkan godaan paling hebat
tersebut. Itulah mereka, Ar Rijalul Fajr, manusia-manusia subuh. Orang-orang luar biasa, yang memulai harinya dengan amal-amal yang luar biasa pula.
Maka Subuh adalah tentang kerelaan. Rela menggadaikan kenikmatan
tidur dengan menyambut seruan Illahi. Subuh adalah tentang kemerdekaan
jiwa. Merdeka karena berhasil menaklukan godaan nafsu, dan bersegera
mengikuti seruan qalbu.
Subuh juga tentang pembuktian identitas kita. Apakah kita termasuk
orang yang munafik atau tidak. Seperti apa yang diungkapkan Rasulullah:
“Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’
dan shalat subuh”(HR.Ahmad).
Tentu kita tidak ingin berada dalam golongan orang yang paling
dimurkai Allah itu. Tapi semua itu kembali pada kesungguhan diri ini.
Sebab, setiap kita, siapapun itu, sebenarnya mendapatkan tawaran cinta
tersebut. Allah menaburkannya setiap pagi. Hanya saja setiap kita tentu
tidak memiliki getar yang sama untuk menyambutnya.
Ar Rijalul Fajr, begitu hebatnya mereka. Ribuan malaikat turun ke
bumi untuk menyaksikan. Sampai-sampai Rasulullah memberikan doa khusus
bagi mereka, karena keberkahan ummat ini ada pada mereka.
”Ya Allah” Dengan penuh cinta Rasulullah bermunajat, “Berkahilah
umatku selama mereka senang bangun Subuh.” (HR Tirmizi, Abu Daud, Ahmad
dan Ibnu Majah).
Subuh adalah moment yang selalu dinantikan bagi Ar Rijalul Fajr. Di
sana mereka menemukan kenikmatan yang sebenar-benarnya. Saat kaki-kaki
mereka melangkah ke mesjid. Meresapi gema azan yang sahut-menyahut di
saat gelap masih menggantung di langit. Saat itu mereka berdoa:
“Ya Allah, jadikanlah dalam hatiku cahaya. Pada lisanku cahaya, pada
pendengaranku cahaya, di belakangku cahaya, di hadapanku cahaya”
Kemudian di ujung doa itu semua harap tersebut terhimpun, waj’alni nuuran ”dan jadikanlah aku cahaya”.
Ar Rijalul Fajr, pada merekalah kita saksikan. Betapa hangatnya cinta Illahi di kala sejuknya pagi.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Sumber: Blog anak kampung pikiran global
Tidak ada komentar:
Posting Komentar