Assalamu'alailkum Wr.Wb
Diam-diam orang tua tetap tak bisa menahan perasaannya, saat anak
yang dicintainya memutuskan untuk pergi. Sedapat mungkin ia berusaha tegar.
Menguatkan diri. Mereka sadar bahwa kala itu pilihan mereka tak banyak,
hanya kepasrahan. Kala kita memutuskan untuk pergi meninggalkannya,
saat itu pulalah mereka mulai memendam rindu. Rindu yang lahir dari
cinta yang tak pernah putus.
Menceritakan jasa orang tua memang tak ada habisnya dan selalu
mengharukan. Kekuatan cinta mereka telah memvisualisasikan sisi malaikat
pada dirinya, hingga keletihan tak lagi mereka kenal. Setiap
pengorbanannya adalah riwayat cinta yang sangat patut untuk dikenang.
Oleh karena itu, perjuangan orang tua selalu saja melegenda dalam
riwayat sejarah.
Interaksi orang tua kepada anak adalah
interaksi batin yang kompleks. Di sana ada emosi, cinta, rindu, benci
juga ada. Tapi semua rasa itu dalam bingkai kearifan. Yang ujungnya
terkadang sulit kita cerna. pada batas inilah, anak kerap bersebrangan
pada orang tua. Konflik yang terjadi karena tak adanya sinergisitas
pemahaman. Terkadang sang anak hanya melihat masa depannya dalam
prespektif dirinya sendiri, tapi orang tua melihat lebih jauh lagi.
Menembus kabut-kabut yang tak terjangkau oleh nalar kita.
Di sinilah loyalitas anak terhadap orang tuanya teruji, bagaimana ia
mesti mematuhi setiap keputusan orang tuanya yang masih belum mampu ia
pahami dengan baik. kita bisa saja membantah tapi tetap saja ada
seninya. Seninya yang membuat hati mereka tidak terlukai. Sebab,
mencenderai hati mereka adalah sesuatu yang sangat fatal. Dampaknya
tidak hanya pada masa depan akhirat, tapi berbalas langsung oleh Allah
di dunia ini.
Coba ingat Seberapa banyak keputusan orang tua yang sering tidak kita
indahkan, lalu perhatikan dampaknya. apakah kita yakin cara kita
menolaknya tidak menimbulkan luka apapun di hati mereka. Diamnya orang
tua saat keputusannya sering tidak kita indahkan, adalah wujud lain dari
kearifan mereka. Namun ketahuliah, ada pergolakan batin di sana. Di
hati kecil yang mungkin saja telah kita lukai.
Dalam bait-bait doa mereka kita tak pernah tahu, apa yang
dipanjatkannnya untuk kita. seperti cerita tentang seorang pemuda yang
pergi meninggalkan ibunya seorang diri, ia mengira keputusannya sudah
benar. Sebab, ia pergi untuk sesuatu yang mulia yaitu menunaikan ibadah
haji. Namun Ia lupa pada satu hal penting dari tujuan mulianya itu,
keridhaan orang tua. Hingga tanpa ia sadari ibunya sakit hati lalu
berdoa agar Allah memberikan pelajaran atas perlakuan anaknya itu.
Nasib pemuda itu tragis ia tak sampai ke Baitullah. ketika
melaksanakan shalat di sebuah desa ia dikira pencuri oleh masyarakat
sekitar. Karena mereka melihat pencuri yang mereka kejar-kejar lari ke
dalam sebuah mesjid dan di sanalah mereka mendapati pemuda itu sedang
shalat. Tanpa pikir panjang warga desa itu menghakimi pemuda ini hingga
kaki dan tangannya patah, bahkan matanya hampir buta.
Demikianlah, keridhaan orang tua berbanding lurus dengan keridhaan Allah. Seperti yang diungkapkan Rasulullah SAW:
“Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan
Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Tarmidzi).
Maka berupayalah sedapat mungkin untuk tidak meninggalkan luka
apapun di hati mereka. Bersegeralah memohon maaf bila kita khilaf atau
salah pada mereka, itu lebih baik. Karena terus mendiamkan salah kita
terhadap mereka, bisa menjadi bom waktu bagi masa depan kita kelak.
“Jangan mengabaikan (membenci dan menjauhi) orang tuamu. Barangsiapa mengabaikan orang tuanya maka dia kafir. (HR. Muslim)”.
Kala kita memutuskan untuk pergi meninggalkannya, saat itu pulalah
mereka mulai memendam rindu. Rindu yang lahir dari cinta yang tak pernah
putus. Maka, sebelum Allah memanggilnya. Ramaikanlah hatinya, sapalah
jiwanya dan jagalah selalu perasaannya. Karena mungkin, saat ini yang
mereka punya hanya sekedar rindu.
Wassalamu;alaikum Wr. Wb
Sumber: Anak kampung pikiran global
Tidak ada komentar:
Posting Komentar