Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Cerita
ini sebenarnya berawal ketika saya sedang menjemput adik saya dari pesantren,
dia kelas I MTs di Pon.Pes Sunan Pandan Aran Jakal Km.12,5. Ketika itu saya
sedang membantu ngemas-ngemasin
barang-barang yang mau dibawa pulang dan g sengaja saya melihat sebuah buku
yang ada tulisannya “Dewi Masyithoh”, sontak perhatian saya teralih ketulisan
tersebut. langsung tulisan tersebut saya ambil dan saya bilang sama adik saya
kalau tulisan tersebut saya pinjem untuk beberapa saat. Sesampainya dirumah
langsung saya membaca tulisan tersebut, ternyata isinya adalah sebuah cerita
Dewi Masyithoh yang bekerja sebagai tukang sisir putri Fir’aun. Sebenarnya
ketika saya dipesantren dulu juga pernah membaca cerita yang sama, namun karena
sudah lama jadi ya lupa..hehe
Okeh…Alkisah, di suatu rumah di bumi
Mesir, seorang wanita bernama Masyithoh yang sedang meninabobokan putri
kecilnya diselimuti kegalauan. Ia lantas menceritakan kisahnya pada suami dan
seorang pendeta bani israil. Jadi, ketika ia menyisir rambut putri Taia, putri
kesayangan Firaun, sisir yang ia pegang terjatuh ke bumi. Tanpa sengaja
Masyithoh berucap “Demi Alloh, celakalah
Firaun”. Putri Taia kaget bukan kepalang mendengarnya dan dengan berapi-api
ia memburu Masyitoh dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
keimanan. “Bukankah Firaun, ayahanda,
adalah Tuhanmu? Ia Tuhan sekalian alam”, ucap Taia. Masyithoh menjawab
dengan berani "Bukan, Allah lah
Tuhan sekalian alam, Dia adalah Tuhanku dan juga Tuhan ayahanda tuan putri,
Firaun." Seketika saja Taia marah dan melaporkannya pada Firaun.
Masyithoh pulang dengan wajah gelisah. Setelah mendengarkan cerita Masyithoh,
Oded, suami Masyithoh, dan pendeta berusaha menenangkan Masyithoh, sembari
menenangkan diri mereka sendiri. Sebab bukan tidak mungkin, akibat dari
pernyataan Masyithoh tersebut maka bani israil akan dibantai oleh Firaun.
Padahal kehidupan mereka saja, dalam rangka membangun istana piramid sudah
sangat mengenaskan.
Nyatalah kerisauan yang selama ini
dirasakan. Seorang pendeta Firaun ditemani anak buahnya mendatangi rumah Masyithoh
dan menyeretnya menuju ke istana. Ia, suami, Siteri (putri pertama mereka
berusia 10-12 thn) dan Itamar (bayi kecil mereka) dihadapkan langsung pada Firaun.
Dengan sombong, Firaun memaksa Masyithoh sekeluarga untuk mengakui
ketuhanannya. Bahkan ia menyatakan perang dengan Tuhan Masyithoh, Alloh, yang
tiada di hadapannya. Tak pelak, hukuman cambuk pun terjadi, menyisakan
gurat-gurat merah berdarah di punggung Oded dan Masyithoh. Subhanalloh, mereka
tetap tegar bahkan semakin kuat ketauhidannya. Ternyata itu tidak cukup bagi
Firaun dan antek-anteknya. Lantas Siteri yang masih kecil itu dijadikan tumbal
agar orangtuanya menyerah. Ia dicambuk oleh algojo firaun tanpa ampun. Perasaan
ibu mana yang tak luka ketika menyaksikan anaknya tersiksa? Namun masyithoh, di
tengah terpaan badai berusaha menenangkan Siteri dengan nasihat-nasihat
tauhidnya. ”Lecutan cemeti hanya bisa membekas pada tubuh, hanya bisa
mengelupas kulit, mungkin melukainya, tetapi hati yang teguh beriman tidaklah
akan dapat diubahnya”, begitu pesan lembut masyithoh.
Akhirnya penuhlah sudah wadah
kesabaran Firaun, ia lantas memerintahkan algojo untuk memasukkan Masyithoh
sekeluarga ke dalam wajan panas raksasa. Wajan itu diisi dengan timah mendidih.
Timbul sebersit ragu dalam diri masyitoh, ia mulai memikirkan Siteri, Itamar
dan Oded suaminya. Bayi Itamar yang sedari tadi menangis dengan keras tiba-tiba
berhenti dan berkata lantang ”Ibu, Ayah,
janganlah bimbang dan janganlah ragu. Sebab cairan timah tidaklah panas
kendatipun mendidih. Yang panas hanya dalam sangkaan, takkan terasa oleh orang
yang sudah tunggal rasa, erat berpaut tauhid dengan Alloh yang Maha Agung”.
Firaun dan antek-anteknya kaget bukan kepalang. Bukan..bukan hanya kaget.
Mereka takut..takut pada ”sesuatu” yang menurut mereka tiada, namun bisa
membuat Masyithoh rela digodog dalam timah panas.
Akhirnya Masyithoh dan keluarganya
meninggal…
Subhanallah sekali ya, Sungguh
ujian berat menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya. Fir’aun menghukum
karena mereka beriman kepada Allah swt. dan rela dengan agama yang mereka anut.
Tanpa belas kasih Fir’aun melempar anak-anak Masyithoh satu demi satu ke tungku
besar berisikan timah panas yang mendidih. Fir’aun melakukanya untuk
menakut-nakuti Masyitoh. Fir’aun berharap naluri keibuan Masyithoh iba akan
nasib anak-anaknya dan itu membuatnya lemah lalu mau kembali mengakui Fir’aun
sebagai Tuhan. Akan tetapi Allah swt. memperlihatkan kepada Fir’aun bahwa yang
menggenggam kalbu Masyithoh adalah diri-Nya. Apakah Fir’aun mampu menguasai
kalbu seseorang yang telah beriman? Mungkin ia bisa membunuh jasadnya, tapi
mampukah membunuh ruhnya? Itu mustahil dilakukan Fir’aun.
Apa
yang dihadapi Masyithoh adalah ujian yang berat bagi kalbu orang yang beriman.
Namun, dorongan keimanan yang kuat membuatnya bertahan dan keluar menjadi
pemenang. Masyithoh dan anak-anaknya membuktikan keimanannya kepada Allah
dengan mewakafkan diri hancur disiksa dengan cara yang sangat tidak berperikemanusiaan
oleh Fir’aun.
Rasulullah
saw. bercerita kepada kita, “Ketika
menjalani Isra’ dan Mi’raj, aku mencium bau yang sangat harum.” “Wahai Jibril,
bau harum apa ini?” tanya Rasulullah. Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithoh (pelayan putri Fir’aun) dan anak-anaknya.”
Saya bertanya, “Apa kelebihan Masyitoh?”
Jibril
menjawab, ”Suatu hari Masyithoh menyisir rambut putri Fir’aun. Sisirnya jatuh
dari tangannya. Ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun kaget dan berkata
kepadanya, ‘Dengan menyebut nama ayahku.’ Ia menolak. ‘Tidak. Akan tetapi Tuhan
saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.’ Ia menyuruh putri itu untuk
menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya.
Putri
itu pun menceritakan kepada Fir’aun. Maka Fir’aun memanggil Masyithoh. Fir’aun
bertanya, “Wahai Fulanah, apakah engkau punya Tuhan selain aku?” Ia menjawab,
“Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.” Fir’aun marah besar. Ia
memerintahkan dibuatkan tungku besar yang diisi timah panas; agar Masyithoh dan
anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya. Masyitoh tidak menyerah. Begitu juga
anak-anaknya. Masyithoh meminta satu hal kepada Fir’aun, “Saya minta tulangku
dan tulang anak-anakku dibungkus menyatu dengan kain kafan.” Fir’aun menuruti
permintaannya.
Dari
cerita diatas dapat kita petik pelajaran, yaitu:
Meskipun Masyithoh telah wafat.
Tapi, kisahnya belumlah berakhir. Sampai saat ini, kisahnya masih terngiang di
telinga orang-orang yang rindu bertemu dengan Allah swt. Karena, Masyithoh
telah memberi cambuk yang senantiasa memotivasi kita untuk meraih kehidupan
yang baik dan lebih baik lagi.
·
Iman adalah senjata yang sangat ampuh. Karena, iman adalah kekuatan yang
bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah swt dan lindungan-Nya).
Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl:128)
·
Sabar dalam menghadapi cobaan dan teguh dalam pendirian, itulah yang dibuktikan
oleh Masyithoh dan anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda, ”Mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah dibanding mukmin yang lemah, dan
masing-masing dari keduanya mendapatkan kebaikan.” (Muslim)
·
Selalu ada permusuhan abadi antara hak dan batil, antara kebaikan dan
keburukan. Meskipun keburukan banyak dan beragam, namun pasti ujungnya akan
lenyap. Karena yang asli adalah kebaikan.
·
Allah swt. akan meneguhkan orang-orang yang beriman ketika mereka dalam kondisi
membutuhkan keteguhan tersebut. Sebab, ujian itu sunnatullah. Pasti akan datang
kepada setiap orang yang mengaku beriman.
·
Muslim yang sejati tidak akan tunduk kecuali kepada Allah swt. Dan ia
senantiasa melaksanakan kewajiban amar ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
·
Peran dan kontribusi kaum wanita muslimah tidaklah lebih kecil dibanding pria
dalam mengibarkan panji kebenaran. Para wanita memiliki peran yang besar dalam
dakwah ilallah sejak zaman dahulu. Syahidnya Masitoh akibat siksaan Fir’aun
adalah bukti puncak pengorbanan yang pernah dilakukan wanita dalam sejarah.
·
Balasan amal yang didapat seseorang adalah sesuai dengan kadar amal perbuatan
itu sendiri. Allah swt. telah menghancurkan Fir’aun dan menghinakannya namanya
dalam catatan sejarah yang akan terus dikenang sepanjang kehidupan manusia
sebagai manusia terjahat. Sedangkan Masyithah diabadikan namanya dengan harum,
dan menjadikan dirinya dan anak-anaknya wangi semerbak di langit tujuh karena
perbuatannya yang baik. Jibril mencerita hal ini kepada Rasulullah, dan
Rasulullah menyampaikannya kepada kita untuk dijadikan teladan.
·
Allah swt. tidak akan menyiksa seseorang karena dosa orang lain.
· Sungguh, cerita seperti ini
berulang dan akan terus berulang sepanjang waktu. Selalu akan ada orang zhalim
dengan beragam bentuk kezhalimannya dan selalu ada orang yang akan menentang
mereka meski tahu ada siksaan dan cobaan menyertai usaha baiknya itu.
Menarik sekali bukan cerita dari
Dewi Masyithoh tadi,hehehe…
Yah…meskipun beliau seorang wanita
namun sangat kuat sekali Imannya dan sangat gigih sekali dalam menggenggam
kebenaran,
Sebuah perbuatan yang patut kita
teladani dan kita jadikan sebagai motivasi.
Bagi kalian yang mempunyai nama
“Dewi Masyithoh” berbanggalah, karena saya yakin nama tersebut diberikan oleh
kedua orang tua kalian agar kalian menjadi wanita yang kuat seperti “Dewi
Masyithoh” pada masa Fir’aun. Setidaknya itu adalah sebuah do’a dari kedua
orang tua kalian, heheh
Okeh kawan-kawan tidak terasa ceritanya
sudah selesai, dan terpaksa kita harus berpisah, huhuhu.. (Lebay)…J,
Saya mohon maaf apabila dalam
menyusun kata-kata banyak kesalahan dan apabila
ada kata-kata yang tidak berkenan. Sampai bertemu kembali di lain
cerita.
Terimakasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar