Jika mendengar kata patah hati, pasti yang terlintas di benak
kita adalah tentang cinta yang kandas. Cinta yang putus sampai disini saja.
Tentang perpisahan, tentang air mata yang berlinang, tentang perihnya hati
seperti tersobek-sobek, berdarah-darah, teriris-iris dan semua yang menyebabkan
dunia serasa mengalami kiamat kubra. Katanya “lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati.” Wew… apa iya patah
hati seperih itu lukanya?
Terkadang hati saya bimbang dan juga bingung kenapa setiap
cinta yang putus, yang kandas itu diberi judul dengan patah hati. Apa tidak ada
istilah lain yang lebih gaul gitu?
Misal “reinkarnasi cinta” atau “metamorfosis hati” atau “kempompong basi”.
Pokoknya jangan pakai istilah hati yang patah, kan pada
kenyataannya tidak separah itu tho?
Tapi, sudahlah. Apapun istilahnya tetap saja putus, ya? Yang jelas bukan
istilah tersebut yang jadi permasalahan, namun, bagaimana ketika cinta itu
kandas, ketika cinta itu tak lagi tersambung, ketika cinta tersebut tidak mau
lagi menjadi milik kita, dan ketika si dia tak mau lagi menjadi tempat
penitipan hati kita. Seharusnya kita lebih bersyukur masih bisa diberi rasa
patah oleh Allah. Kita masih bisa menangis, itu artinya kita masih punya hati,
kan? buka sekadar hati, tapi hati yang sensitif, hati yang lembut. Hati yang
mampu merasakan bahagia dan luka. Air mata yang mengalir dari mata ini bisa
membersihkan kelopak mata kita yang kusam menjadi bening kembali. Air mata yang
berlinang membawa semua kotoran dimata sehingga bening kembali kelopak mata
kita. Bayangkan jika sebulan kita tidak menangis, apa tidak perih tuh mata?
Menangislah karena Allah. Air mata ini jauh lebih bernilai pahala daripada
menangsi si dia. Orang yang ditangisi pun tak tahu atau bahkan tak peduli kalau
kita nangis.
Sebenarnya masih ada lagi hikmah dibalik kata patah hati ini.
Coba bayangkan, ketika jatuh cinta kemarin rasanya mendengar suara si dia
(meski hanya lewat telpon) lebih indah di telinga dari pada suara adzan. Sms
mesra dari sang pujaan hati lebih sering kita baca-baca sampai berulang-ulang
agar lebih mengerti artinya dan lebih bergetar mencintainya dan cetar
membahana. Coba hitung, seberapa sering kita membaca ulang sms-sms, surat
cinta, email dari si dia dari pada kita membaca surat cinta dari Allah, yang
tertuang lewat Al-Qur’an? Ah, sungguh cara mencintai yang salah kaparah !
Kini setelah tak ada lagi SMS dari si dia, tak ada lagi suara
indahnya, hikmah mulai terlihat. Dibalik hati yang teriris-iris berdarah-darah
ini, Allah hendak mengembalikan kita kepada cinta-Nya. Apa ada cinta yang lebih
indah dari pada cinta sang pemilik nafas ini? Pastinya tidak ada, kan?
Jadi, ketika kita patah hati, gantilah kata patah hati
tersebut dengan syukur hati karena ternyata Allah lebih mencintai kita daripada
dia. buktinya Allah mengambil kita untuk dikembalikan ke dalam keharibaan,
limpahan kasih sayang dari kekasih hati yang baru dan selamanya, yaitu Dia,
Allah Ta’ala. Siapa sih yang tidak mau jadi kekasih Allah? Rasanya tenang, damai,
dan indah. Cukuplah rasanya hidup ini. Bisa dikatakan SAYA + ALLAH = CUKUP.
Semoga bermanfaat…Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar